PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan
adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses,
cara, perbuatan mendidik. (Nasional, 2012, hal. 263) . Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara yang termaktub dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pasal 1 (Hasbullah, 2012) .
Dari defenisi
pendidikan di atas menekankan pada titik tolak bahwa pendidikan adalah proses
pemeblajaran dan pemebelajaran itu adalah perubahan tingkah laku. Pada sistem
pendidikan untuk melaksanakan pembelajaran dibutuhkan beberapa teori
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut
,
seperti teori behavioristik, kognitivisme, humanistik, konstruktivisme.
Dalam makalah kami ini
akan membahas tentang Teori pembelajaran behavioristik . Teori behavioristik
ini membahas tentang teori perubahan tingkah laku (Teori perilaku) . Teori
perilaku menitik beratkan pada aspek-aspek eksternal belajar, termasuk stimuli
eksternal, respon perilaku siswa, dan penguatan yang mengikuti respon yang
sesuai. Berdasarkan dengan teori perilaku yang dikemukakan oleh Thorndike
tentang Law of Effect dalam Budayasa (Dahar, 2011,
hal. 11) ,
bahwa respon menyenangkan yang dialami sebelumnya cenderung diulangi dan respon
yang tidak menyenangkan yang dialami sebelumnya cenderung dibuang. Jadi menurut
Thorndike kecuali hubungan antara stimulus dan respon, teori yang dikemukakan
menekankan terutama pada prinsip-prinsip pengetahuan. . Sesuai dengan teori
Thorndike di atas, pelaksanaan sistem pembelajaran di kelas tidak lepas dari
pemberian penghargaan dan hukuman. Di samping dalam penyampaian pembelajaran
guru kepada siswa tidak lepas dari penyampaian secara langsung
informasi-informasi yang akan dipelajari oleh siswa. Sesuai dengan teori
belajar perilaku agar ketuntasan belajar sains siswa dicapai maka materi ajar
yang akan diberikan perlu dianalisis ke dalam bagian-bagian sederhana, menulis
tujuan perilaku untuk tiap bagian, menyajikan informasi yang akan diberikan
secara jelas dan ringkas, memberikan latihan-latihan berulang-ulang kepada
siswa, memberikan umpan balik secepatnya terhadap respon yang diberikan siswa,
dan sering mengulangi materi yang diajarkan.
Perbedaan konsep belajar menurut Thorndike, Skinner dan Pavlov
Perbedaan
|
Thorndike
|
Skinner
|
Pavlov
|
Jenis
pengkondisian
|
Instrumental
Conditioning
|
Operant
Conditioning
|
Classical
Conditioning
|
Extinction
|
Dalam law
of exercise, apabila tida pelatihan selanjutnya, maka akan hilang
perilaku yang telah kita dapat atau bentuk
|
Apabila
tidak ada reward (reinforcement)
|
Extinction
terjadi apabila tidak ad US dan hanya CS saja yang diberikan
|
Reinforcement
|
Reinforcement
berada di akhir, dan digunakan untuk menimbulkan perilaku
|
Reinforcement
boleh diberikan tetapi jangan berlebihan, hindari punishment
|
Reinforcement
berda diawal, dan digunakan untuk pengkondisian
|
Generalisasi
|
Semakin
dekat akan memberikan respon
|
-
|
Semakin mirip
akan memberikan respon
|
Pengertian
belajar
|
Belajar
adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang
merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau
hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon
adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula
berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan.
|
Belajar
adalah proses perubahan tingkah laku yang harus dapat diukur.
|
Segala
tingkah laku manusia juga tidak lain adalah hasil daripada conditioning.
Yaitu hasil daripada latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi
terhadap syarat-syarat atau perangsang-perangsang tertentu yang dialaminya
dalam kehidupannya.
|
Persamaan
konsep belajar menurut Thorndike, Skinner dan Pavlov
- Belajar
merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon.
- Dilakukan
pemberian reinforcement untuk meningkatkan perilaku.
- Dalam
teknis penelitian menggunakan binatang.
- Semua
konsep belajar digunakan untuk membentuk perilaku, apabila tidak terjadi
perubahan perilaku maka dianggap tidak mengalami proses belajar.
- Menghindari
punihsment dalam pembentukkan perilaku
Dalam
hal ini mutu pendidikan selalu menjadi sorotan dari berbagai pihak. Mutu
pendidikan sangat dipengaruhi oleh mutu pembelajaran. Sebenarnya banyak teori
yang telah terbukti secara empiris dapat meningkatkan mutu pembelajaran. Salah
satu di antaranya adalah teori behavioristik. Teori ini masih relevan dengan
pembelajaran berbasis kompetensi. Pemahaman guru terhadap teori pembelajaran
masih beragam sebahagian besar guru mengajar tidak berlandaskan teori belajar
tertentu. Mereka mengajar yang penting tujuan tercapai dan pembelajaran dapat
dinyatakan tuntas. Berdasarkan
hal tersebut, maka sangat tepat jika teori behavioristik dikenalkan kembali
sehingga guru dapat mengaplikasikannya dalam pembelajaran. Permasalahannya
adalah bagaimana konsep teori behavioristik dan aplikasinya dalam pembelajaran?
Kata kunci: behavioristik dan aplikasinya.
Rumusan Masalah
Bagaimana
teroi behavioristik dan aplikasinya dalam pembelajaran
Tujuan Penulisan
Untuk
mengetahui bagaimana teroi behavioristik dan aplikasinya dalam pembelajaran
Manfaat Penulisan
1. Pemahaman
lebih lanjut tentang toeri behavioristik
2. Penerapan
dalam pembelajaran
3. Pembelajaran
supaya lebih baik lagi
PEMBAHASAN
Teori belajar merupakan landasan
terjadinya suatu proses belajar yang menuntun terbentuknya kondisi untuk
belajar. Teori belajar dapat didefenisikan sebagai integrasi prinsip-prinsip
yang menuntun di dalam merancang kondisi demi tercapainya tujuan pendidikan.
Dengan adanya teori belajar akan memberikan kemudahan bagi guru dalam
menjalankan model-model pembelajaran yang akan dilaksanakan. Banyak telah
ditemukan teori belajar yang pada dasarnya menitikberatkan ketercapaian
perubahan tingkah laku setelah proses pembelajaran.
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
Belajar diartikan sebagai perolehan keterampilan dan
ilmu pengetahuan. Pengetahuan mutakhir proses belajar diperoleh dari kajian
pengolahan informasi, neurofisiologi, neuropsikologi, dan sains kognitif.
Prinsip
Prinsip Teori Behavioristik:
1. Obyek psikologi adalah tingkah laku
2. Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada
refleks
3. Mementingkan pembentukan kebiasaan
TEORI PEMBELAJARAN BEHAVIORAL
|
PEMBELAJARAN
SEBAGAI SALAH SARU PERUBAHAN BENTUK ATAU FREKUENSI TINGKAH LAKU
|
DALAM BENTUK
PENDEKATAN BEHAVIORALTINGKAH LAKU PELAJAR DINILAI SEBELUM MEMULAI
PENGAJARAN
|
PEMBELAJARAN
MEMERLUKAN PENYUSUNAN (STIMULI) RANGSANGAN DALAM PERSEKITARAN SUPAYA PELAJAR DAPAT RESPON DAN DIBERI
PENGUKUHAN
|
Kerangka
Berfikir Teori Behavioristik:
Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur
dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan,
mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan,
mementingkan mekanisme hasil belajar, mementingkan peranan kemampuan dan hasil
belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori
belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia
dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari
lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang
erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut
pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap
lingkungan dan tingkah laku adalah hasil belajar.
Implikasi
Teori Behavioristik dalam Pembelajaran:
Implikasi teori behavioristik dalam pembelajaran dapat
dideskripsikan sebagai berikut:
- Pembelajaran
adalah upaya alih pengetahuan dari guru kepada siswa.
- Tujuan
pembelajaran lebih ditekankan pada bagaimana menambah pengetahuan.
- Strategi
pembelajaran lebih ditekankan pada perolehan keterampilan yang terisolasi
dengan akumulasi fakta yang berbasis pada logika liner.
- Pembelajaran
mengikuti aturan kurikulum secara ketat dan belah lebih ditekankan pada
keterampilan mengungkapkan kembali apa yang dipelajari.
- Kegagalan
dalam belajar atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan
dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan atau
kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.
- Evaluasi
lebih ditekankan pada respons pasif melalui sistem paper and pencil test
dan menuntut hanya ada satu jawaban yang benar. Dengan demikian, evaluasi
lebih ditekankan pada hasil dan bukan pada proses, atau sintesis antara
keduanya.
Kelebihan
Teori Belajar Behavioristik:
- Guru
tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti
contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui stimulasi.
- Bahan
pelajaran disusun secara hirarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
- Tujuan
pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan
pencapaian suatu ketrampilan tertentu.
- Pembelajaran
berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati dan jika terjadi
kesalahan harus segera diperbaiki.
- Pengulangan
dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi
kebiasaan.
- Metode
behavioristik ini sangat cocok untuk pemerolehan kemampuan yang
membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti:
kecepatan, spontanitas, kelenturan, rafleks, daya tahan dan sebagainya
contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan
komputer, berenang, olahragam dan sebagainya. Teori ini juga cocok
diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran
orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang
dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau
pujian.
Kekurangan
Teori Belajar Behavioristik:
- Pembelajaran
siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat
mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan
diukur.
- Mengakibatkan
terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa
sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru
melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.
- Murid
dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh
penguatan yang diberikan guru.
- Murid
hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
- Penggunaan
hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh begavioristik justru
dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
Aplikasi
Teori Behavioristik Terhadap Pembelajaran
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan
teori-teori behavioristik adalah ciri-ciri kuat mendasarinya yaitu:
- Mementingkan
pengaruh lingkungan.
- Mementingkan
bagian-bagian (elementalistik).
- Mementingkan
peranan reaksi.
- Mengutamakan
mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon.
- Mementingkan
peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya.
- Mementingkan
pembentukan kebiasan melalui latihan dan pengulangan.
- Hasil
belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan
Berdasarkan teori-teori yang sudah
dikemukakan, para guru yang menggunakan paradigma behaviorisme akan menyusun
bahan ajar secara matang, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai
siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru harus memberikan stimulus
sebanyak-banyaknya agar siswa melakukan respon positif, selain itu seorang guru
juga harus mampu memilah dan memilih stimulus yang bisa menyentuh perhatian
siswa yang tidak kalah pentingnya dalam menyusun bahan ajar harus disusun
secara hierarki dari yang paling sederhana samapi pada hal yang kompleks.
Dalam menentukan tujuan pembelajaran
dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan
tertentu atau kompetensi dasar (KD), dan indikator-indikator yang berorientasi
pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan harus dapat diukur. Kesalahan
harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang
diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori
behavioristik ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku
yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai
mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku
yang tampak.
Saran dan kritik terhadap behavioristik adalah
pembelajaran siswa yang berpusat pada guru, bersifaat mekanistik, dan hanya
berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik ini sangat tidak
berdasar karena penggunaan teori behavioristik mempunyai persyaratan tertentu
sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa
memakai metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan
kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi behavioristik.
Dari beberapa metode berdasarkan
analisa penulis, maka metode behavioristik ini paling cocok untuk diterapkan
pada siswa untuk melatih kemampuan-kemampaun yang membutuhkan praktek dan
pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti : Ketangkasan, kecepatan,
spontanitas, kelenturan, refleksi, daya tahan dan sebagainya, contohnya:
kegiatan olah raga, menggambar, menari, menggunakan komputer, berenang,
olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih
anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi
dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan
langsung seperti diberi permen atau pujian.
Penerapan teori behaviroristik yang
salah dalam suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses
pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai
central, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah (one way prefic
comunication), guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.
Siswa dipandang pasif , perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh
penguatan yang diberikan guru. Siswa hanya mendengarkan denga tertib penjelasan
guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang
efektif. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik
justru dianggap metode yang paling efektif untuk meningkatkan kompetensi siswa.
Tujuan pembelajaran menurut teori
behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi
aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampilan yang terisolasi
atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran
mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih
banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada keterampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan
evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon
pasif, keterampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil
test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila
pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini
menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi
belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan
biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan
evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.
Menurut
teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain,
belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya
untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara
stimulus dan respon. Menurut
teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan
keluaran atau output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara
stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa
diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik
adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat
memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement)
maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative
reinforcement) respon pun akan tetap dikuatkan. Teori behavioristik didukung
oleh Thorndike, Ivan Plavov, Albert Bandura , Watson, Edwin Guthrie, Clark Hull
dan Skinner
Salah satu teori psikologi belajar,
yang merupakan teori awal tentang belajar adalah Teori Behavioristik yaitu
teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang
individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan.
Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Ada 3 jenis belajar
menurut teori Behavioristik yaitu (1) Classical / Respondent Conditioning, (2)
Operant Conditioning dan (3) Observational Learning atau sosial-cognitive
Learning. (Dahar, 2011,
hal. 18)
a. Teori
belajar Pavlov
Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan
klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap
anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat
secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Teori
belajar Respondent Conditioning (pengkondisian respon) diperkenalkan
oleh Pavlov, yang didasarkan pada pemikiran bahwa perilaku atau tingkah laku
merupakan respon yang dapat diamati dan diramalkan. Fisiolog Pavlov (1849-1936)
mengkaji stimuli (rangsangan tak bersyarat) yang secara spontan memanggil
respon. Melalui Conditioning, stimuli netral (netral spontan) memancing
refleks namun sengaja dibuat agar mampu memancing respon refleks. Bila satu
stimuli menghasilkan respon, maka stimuli kedua yang tidak relevan dihadirkan
serempak dengan stimuli pertama, dan akhirnya respon tadi muncul tanpa perlu
menghadirkan stimuli pertama. (Dahar, 2011,
hal. 18)
b. Eksperimen – Eksperimen Pavlov
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan
Pavlov tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, Pavlov mengadakan
eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang
memiliki kesamaan dengan manusia. Ia mengadakan percobaan dengan cara
mengadakan operasi leher pada seekor anjing, sehingga kelihatan kelenjar air
liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah
air liur anjing tersebut. Kini sebelum makanan diperlihatkan, maka yang
diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan
sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian
dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan
sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula. Dari
eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasaan dapat diketahui bahwa
daging yang menjadi stimulus alami dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai
stimulus yang dikondisikan. Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing
keluar sebagai respon yang dikondisikan.
PLAZIMAN PLAVOV
PLAZIMAN PLAVOV
SEBELUM PELAZIMAN
|
PROSES PELAZIMAN
|
SESUDAH PEALAZIMAN
|
Rangsangan tak terlazim
Makanan
Gerak balas tak terlazim
Perembesan
Rangsangan neutral
(bunyi lonceng)
Tiada gerak balas
(tiada perembesan)
|
Eksprimen :
1.
Bunyi lonceng
2.
Tunggu sementara
3.
Diberikan makanan
4.
Diberikan berulang-ulang
|
Rangsangan tak terlazim
Makanan
Gerak balas tak terlazim
Perembesan
Rangsangan terlazim
(bunyi lonceng)
Gerak balas terlazim
(Perembesan)
|
c. Hukum-hukum belajar Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan
Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya : (Gredler, 2011)
1) Law of
Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus
dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer),
maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2) Law of
Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang
sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa
menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
d.Aplikasi teori Pavlov
Aplikasi teori Pavlov terhadap
pembelajaran siswa yaitu : mementingkan pengaruh lingkungan, mementingkan
bagian-bagian, mementingkan peranan reaksi, mengutamakan mekanisme terbentuknya
hasil belajar melalui prosedur stimulus respon, mementingkan peranan kemampuan
yang sudah terbentuk sebelumnya, mementingkan pembentukan kebiasaan melalui
latihan dan pengulangan, hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku
yang diinginkan.
e. Kekurangan
Proses pembelajaran sangat tidak menyenangkan bagi siswa karena guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif, Perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai belajar yang efektif. Guru tidak memperhatikan individual-differences. (wikipedia, 2012)
f. Kelebihan
Cocok untuk pemerolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti : kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, daya tahan dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk- bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian. (wikipedia, 2012)
e. Kekurangan
Proses pembelajaran sangat tidak menyenangkan bagi siswa karena guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif, Perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai belajar yang efektif. Guru tidak memperhatikan individual-differences.
f. Kelebihan
Cocok untuk pemerolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti : kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, daya tahan dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk- bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa
terbantuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus
(S) dan respon (R).
Teori Thorndike disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi.
Teori Thorndike disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi.
a. Definisi Teori Belajar Menurut Thordike
Teori belajar Thorndike dikenal dengan
“Connectionism”. Hal ini terjadi karena menurut pandangan Thorndike bahwa
belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Jadi perubahan
tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat
diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Teori dari
Thorndike dikenal pula dengan sebutan “Trial and error” dalam menilai
respon-respon yang terdapat bagi stimulus tertentu. (Dahar,
2011)
b. Eksperimen – Eksperimen Thorndike
Pada mulanya, model eksperimen Thorndike yaitu dengan
mempergunakan kucing sebagai subjek dalam eksperimennya Dengan konstruksi pintu
kurungan yang dibuat sedemikian rupa, sehingga kalau kucing menyentuh tombol
tertentu, maka pintu kurungan akan terbuka dan akhirnya kucing dapat keluar dan
mancapai makanan ( daging ) yang ditempatkan di luar kurungan sebagai hadiah
atau daya penarik bagi kucing yang lapar tersebut. Thordike menafsirkan bahwa
“kucing itu sebenarnya tidak mengerti cara membebaskan diri dari kurungan itu,
tetapi dia belajar mencamkan ( mempertahankan ) respon – respon yang benar dan
menghilangkan atau meninggalkan respon – respon yang salah.”
Eksperimen Thorndike tersebut mempengaruhi pikirannya mengenai belajar pada taraf insansi ( human ).(Gredler, 2011)
Eksperimen Thorndike tersebut mempengaruhi pikirannya mengenai belajar pada taraf insansi ( human ).
c. Ciri –
Ciri Belajar Menurut Thorndike
Adapun
beberapa ciri – ciri belajat menurut Thorndike, antara lain :
1. Ada motif pendorong aktivitas
2. Ada berbagai respon terhadap sesuatu.
3. Ada aliminasi respon - respon yang gagal atau salah
4. Ada kemajuan reaksi – reaksi mencapai tujuan dari penelitiannya itu.
1. Ada motif pendorong aktivitas
2. Ada berbagai respon terhadap sesuatu.
3. Ada aliminasi respon - respon yang gagal atau salah
4. Ada kemajuan reaksi – reaksi mencapai tujuan dari penelitiannya itu.
d. Hukum
–Hukum Teori Belajar Thorndike
Thorndike mengemukakan bahwa asosiasi antara stimulus
dan respons mengikuti hukum-hukum berikut: (Gredler, 2011)
Hukum kesiapan
Hukum kesiapan
yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh
perubahan tingkah laku maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan
kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
Hukum latihan
Hukum latihan
Yaitu semakin sering suatu tingkah laku
diulang/dilatih(digunakan) maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
Hukum Akibat
Hukum Akibat
Yaitu hubungan stimulus respons cenderung diperkuat
bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak
memuaskan.
e. Penerapan
Teori Belajar Thorndike
1. Guru harus
tahu apa yang akan diajarkan, materi apa yang harus diberikan, respon apa yang
diharapkan, kapan harus memberi hadiah atau membetulkan respon. Oleh karena itu
tujuan pedidikan harus dirumuskan dengan jelas.
2. Tujuan
pendidikan harus masih dalam batas kemampuan belajar peserta didik. Dan terbagi
dalam unit-unit sedemikian rupa sehingga guru dapat menerapkan menurut
bermacaam-macam situasi
3. Agar peserta
didik dapat mengikuti pelajaran, proses belajar harus bertahap dari yang sederhana
sampai yang kompleks.
4. Dalam
belajar motivasi tidak begitu penting karena yang terpenting adalah adanya
respon yang benar terhadap stimulus.
5. Peserta
didik yang telah belajar dengan baik harus diberi hadiah dan bila belum baik
harus segera diperbaiki.
6. Situasi
belajar harus dibuat menyenangkan dan mirip dengan kehidupan dalam masyarakat.
7. Materi
pelajaran harus bermanfaat bagi peserta didik untuk kehidupan anak kelak
setelah keluar dari sekolah.
8. Pelajaran
yang sulit, yang melebihi kemampuan anak tidak akan meningkatkan kemampuan
penalarannya. (wikipedia, 2012)
f. Kelebihan
Teori Belajar Thorndike
Dengan sering melakukan pengulangan dalam memecahkan
suatu permasalahan, anak didik akan memiliki sebuah pengalaman yang berharga.
Selain itu dengan adanya sistem pemberian hadiah, akan membuat anak didik
menjadi lebih memiliki kemauan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
2. Teori
Belajar Operant Conditioning
a. B. F. Skinner
B.F. Skinner sebagai tokoh teori belajar Operant
Conditioning berpendapat bahwa belajar menghasilkan perubahan perilaku yang
dapat diamati, sedang perilaku dan belajar diubah oleh kondisi di lingkungan.
Teori Skinner (1954) sering disebut Operant Conditioning yang berunsur
rangsangan atau stimuli, respon, dan konsekuensi. Stimuli (tanda/syarat)
bertindak sebagai pemancing respon, sedangkan konsekuensi tanggapan dapat
bersifat positif atau negatif, namun keduanya memperkukuh atau memperkuat (reinforcement). (Dahar, 2011, hal. 19)
Perbandingan antara teori belajar Classical
Conditioning dan teori belajar Operant Conditioning
dikemukakan oleh Skinner dan Lefrancois. Skinner menyebutkan bahwa banyak
respon yang tidak hanya dipancing stimuli tetapi dapat dikondisikan pada
stimuli lain. Respon ini adalah kategori perilaku pertama, disebut respondent
behavior karena perilaku muncul sebagai respon atas stimuli. Selanjutnya
dapat muncul kategori perilaku ke dua (perilaku yang tidak dipancing stimuli),
yang disebut Operant Behavior sebab telah dikerjakan pebelajar.
Generalisasi adalah pola merespon yang dilakukan
individu terhadap lingkungan atau stimuli serupa, sedangkan diferensiasi
adalah pola merespon individu dengan cara mengekang diri untuk tidak merespon
karena ada perbedaan antar dua situasi serupa meski tidak sama, yang sebenarnya
sesuai direspon. Menggeneralisasi berarti merespon situasi serupa, sedangkan
mendeferensiasi berarti merespon dengan cara membedakan antara situasi saat dua
respon identik yang tidak sesuai dimunculkan.
Penerapan Operant Conditioning dalam
pendidikan dikemukakan oleh Fred Keller (1968) dengan judul kegiatan self-paced
learning. Guru merancang mata pelajaran yang dilengkapi bahan bacaan untuk
dikaji pebelajar. Ketika pebelajar merasa siap diuji, ia menempuh tes agar
lulus pada penggalan belajar yang telah ditempuhnya. Jika lulus, ia maju
kepenggalan berikutnya. Jadi pebelajar sendiri yang menetapkan kecepatan dan
jangka waktu belajarnya. (Dahar, 2011)
a. Sejarah
Munculnya Teori Kondisioning Operan B.F Skinner
Asas
pengkondisian operan B.F Skinner dimulai awal tahun 1930-an, pada waktu
keluarnya teori S-R. Pada waktu keluarnya teori-teori S-R. Skinner tidak
sependapat dengan pandangan S-R dan penjelasan reflex bersyarat dimana stimulus
terus memiliki sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur. Menurut Skinner
penjelasan S-R tentang terjadinya perubahan tingkah laku tidak lengkap untuk
menjelaskan bagaimana organisme berinteraksi dengan lingkungannya. (Gredler, 2011)
b. Kajian
Umum Teori B.F Skinner
Inti dari
teori behaviorisme Skinner adalah Pengkondisian operan (kondisioning operan).
Pengkondisian operan adalah sebentuk pembelajaran dimana
konsekuensi-konsekuensi dari prilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas
prilaku itu akan diulangi. Ada 6 asumsi yang membentuk landasan untuk
kondisioning operan (Margaret E. Bell Gredler, hlm 122). Asumsi-asumsi itu
adalah sebagai berikut:
- Belajar itu adalah tingkah laku.
- Perubahan tingkah-laku (belajar) secara
fungsional berkaitan dengan adanya perubahan dalam kejadian-kejadian di
lingkungan kondisi-kondisi lingkungan.
- Hubungan yang berhukum antara tingkah-laku dan
lingkungan hanya dapat di tentukan kalau sifat-sifat tingkah-laku dan
kondisi eksperimennya di devinisikan menurut fisiknya dan di observasi di
bawah kondisi-kondisi yang di control secara seksama.
- Data dari studi eksperimental tingkah-laku
merupakan satu-satunya sumber informasi yang dapat di terima tentang
penyebab terjadinya tingkah laku.
Penguatan berarti memperkuat. Skinner membagi
penguatan ini menjadi dua bagian: (Dahar,
2011)
-
Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi
respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding).
- Penguatan negatif, adalah
penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti
dengan penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan).
Belajar,
yang digambarkan oleh makin tingginya angka keseringan respons, diberikan
sebagai fungsi urutan ketiga unsure (SD)-(R)-(R Reinsf). (Gredler, 2011)
c. Prinsip Belajar Teori Belajar
Skinner
Dengan
demikian beberapa prinsip belajar yang dikembangkan oleh Skinner antara lain:
-
Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan,
jika benar diberi penguat.
-
Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
-
Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
-
Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
-
Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan perlu
diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
-
Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya
-
Dalam pembelajaran, digunakan shaping.
d. Hukum-Hukum Teori Belajar Skinner
Disamping
itu pula dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan
selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya : (Gredler, 2011)
- Law of operant conditining yaitu
jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan
perilaku tersebut akan meningkat.
- Law of operant extinction yaitu
jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses
conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan
perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
e. Aplikasi
Teori Skinner Terhadap Pembelajaran.
Beberapa
aplikasi teori belajar Skinner dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
-
Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit secara organis.
-
Hasil berlajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan
dan jika benar diperkuat.
-
Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
-
Materi pelajaran digunakan sistem modul.
-
Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostic.
-
Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
-
Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman.
-
Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk mengindari pelanggaran
agar tidak menghukum.
-
Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah.
-
Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu)
-
Tingkah laku yang diinginkan, dianalisis kecil-kecil, semakin meningkat
mencapai tujuan.
-
Dalam pembelajaran sebaiknya digunakan shaping.
-
Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku operan.
-
Dalam belajar mengajar menggunakan teaching machine.
-
Melaksanakan mastery learning yaitu mempelajari bahan secara tuntas
menurut waktunya masing-masing karena tiap anak berbeda-beda iramanya. Sehingga
naik atau tamat sekolah dalam waktu yang berbeda-beda. Tugas guru berat,
administrasi kompleks. (wikipedia, 2012)
f. Analisis Perilaku Terapan Dalam Pendidikan
Analisis
Perilaku terapan adalah penerapan prinsip pengkondisian operan untuk
mengubah perilaku manusia. Ada tiga penggunaan analisis perilaku yang penting
dalam bidang pendidikan yaitu
- Meningkatkan perilaku yang diinginkan.
- Menggunakan dorongan (prompt) dan
pembentukkan (shaping).
- Mengurangi perilaku yang tidak diharapkan.
g. Kelebihan
dan Kekurangan Teori Skinner
Kelebihan
Pada teori
ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. hal ini
ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan
adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan
terjadinya kesalahan.
Kekurangan
Beberapa
kelemahan dari teori ini berdasarkan analisa teknologi (Margaret E. B. G.
1994) adalah bahwa: (i) teknologi untuk situasi yang kompleks tidak bisa
lengkap; analisa yang berhasil bergantung pada keterampilan teknologis, (ii)
keseringan respon sukar diterapkan pada tingkah laku kompleks sebagai ukuran
peluang kejadian. Disamping itu pula, tanpa adanya sistem hukuman akan
dimungkinkan akan dapat membuat anak didik menjadi kurang mengerti tentang
sebuah kedisiplinan. hal tersebuat akan menyulitkan lancarnya kegiatan
belajar-mengajar. Dengan melaksanakan mastery learning, tugas guru akan
menjadi semakin berat.
3.
Teori Observational Learning (Belajar Pengamatan) atau
sociocognitive Learning (Belajar Sosio-Kognitif)
Albert Bandura
Proses belajar yang bersangkut-paut dengan peniruan disebut
belajar observasi (Observational Learning). Albert Bandura (1969)
menjelaskan bahwa belajar observasi merupakan sarana dasar untuk memperoleh
perilaku baru atau mengubah pola perilaku yang sudah dikuasai. Belajar
observasi biasa juga disebut belajar sosial (social learning) karena
yang menjadi objek observasi pada umumnya perilaku belajar orang lain. Belajar
sosial mencakup belajar berperilaku yang diterima dan yang diharapkan publik
agar dikuasai individu. Di dalam belajar sosial, berlangsung proses belajar
berperilaku yang tidak diterima publik. Perilaku yang diterima secara
sosial itu bervariasi sesuai budaya, sub-budaya, dan golongan masyarakat. (Dahar, 2011,
hal. 22)
Diterima atau tidak diterimanya perilaku sosial
ditentukan oleh situasi dan tempat. Social Learning mengkaji rangkaian perilaku
yang dapat diterima secara sosial dalam kondisi apa saja. Belajar meniru
disebut belajar observasi (Observasi Learning), yang meliputi aktifitas
menguasai respon baru atau mengubah respon lama sebagai hasil dari mengamati
perilaku model.
Albert Bandura (1969) mengartikan belajar sosial
sebagai aktivitas meniru melalui pengamatan atau observasi. Individu yang
perilakunya ditiru menjadi model pebelajar yang meniru. Istilah modeling
digunakan untuk menggambarkan proses belajar sosial. Model merujuk pada
seseorang yang berperilaku sebagai stimuli bagi respon pebelajar.
Pada prinsipnya kajian teori behavioristik mengenai
hakikat belajar berkaitan dengan perilaku atau tingkah laku. Hasil belajar
diukur berdasarkan terjadi-tidaknya perubahan tingkah laku atau pemodifikasian
tingkah laku yang lama menjadi tingkah laku yang baru. Tingkah laku dapat
disebut sebagai hasil pemodifikasian tingkah laku lama, sehingga apabila
tingkah laku yang lama berubah menjadi tingkah laku yang baru dan lebih baik
dibandingkan dengan tingkah laku yang lama. Perubahan tingkah laku di sana
bukanlah tingkah laku tertentu, tetapi perubahan tingkah laku secara
keseluruhan yang telah dimiliki seseorang. Hal itu berarti perubahan tingkah
laku itu menyangkut perubahan tingkah laku kognitif, tingkah laku afektif, dan
tingkah laku psikomotor. (Dahar, 2011)
KESIMPULAN
Belajar menurut teori behavioristik merupakan
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan
respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak
penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap
penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement)
penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Prinsip
penerapan teori belajar ini adalah: (1) belajar itu berdasarkan keseluruhan; (2)
Anak yang belajar merupakan keseluruhan; (3) Belajar berkat insight dan (5)
Belajar berdasarkan pengalaman.
DAFTAR
PUSTAKA
Dahar, r. w. (2011). Teori_teroi Belajar &
Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.
Gredler, M. E. (2011). Learning and Instruction (Teori dan
Aplikasi ). Jakarta: Kencana Prenada Media Grouf.
Hasbullah, D. (2012). UU RI No 20 Tahun 2003 .
Jakarta: Bumi Aksara.
Nasional, P. B. (2012). Pengertian pendidikan.
Jakarta: Kamus Bahasa Besar Indonesia.
wikipedia. (2012). teori behavioristik. jakarta:
ensiklopedia bebas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar